Bandung, jalosi.net - Perkembangan teknologi yang melaju kian pesat terus menggelinding bagai roda zaman yang siap menggilas setiap orang yang belum mampu beradaptasi dengan aneka perubahan. Termasuk implikasi kemajuan teknologi di bidang ekonomi ditandai dengan berbagai indikator perubahan yang berdampak luas. Sementara di sisi lain, hukum sebagai produk politik kadangkala tertinggal di belakang sehingga seringkali tercipta area abu – abu karena adanya kekosongan hukum. Contoh kasusnya terkait dengan sah atau tidaknya penggunaan mata uang digital (crypto currency) sebagai alat pembayaran.
Bitcoin merupakan salah satu mata uang digital yang banyak dikenal orang, meskipun sesungguhnya mata uang digital itu bukan hanya bitcoin. Sebut saja contoh lainnya seperti ethereum, ripple, litecoin, dogecoin, mrai, dashcoin, dan sebagainya. Nilai mata uang kripto sangat fluktuatif mengikuti permintaan dan penawaran. Hanya dalam waktu yang relatif singkat harganya bisa tiba – tiba melambung tinggi, begitupun sebaliknya bisa juga tiba – tiba harganya jatuh.
Di saat yang bersamaan penggunaan uang elektronik pun semakin banyak karena dianggap mampu memberi kemudahan dalam bertransaksi. Di samping itu teknologi pun memfasilitasi keperluan tersebut dengan format e-wallet, yaitu dompet virtual berupa akun untuk menyimpan uang elektronik. Sedangkan mata uang digital menggunakan teknologi yang didesentralisasikan agar pengguna dapat melakukan pembayaran dengan aman dan menyimpan uang tanpa harus menggunakan namanya atau melalui bank. Semua didistribusikan melalui sebuah buku besar publik (public ledgers) yang merupakan tempat penyimpanan semua transaksi yang dikonfirmasi sejak dimulainya pembuatan cryptocurrency.
Buku besar memastikan bahwa dompet digital yang sesuai dapat menghitung saldo yang bisa digunakan secara akurat. Bitcoin menyebut buku besar ini dengan istilah blockchain. Akhirnya timbulah kecenderungan menyimpan cryptocurrency menjadi sebuah aset yang dikenal dengan sebutan digital asset. Alasan setiap orang tentu berbeda – beda, salah satunya karena relatif aman dan rahasia. Dari perspektif hukum tentu ada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan fasilitas uang digital ini sebagai sarana pencucian uang, karena identitas pemilik dan penerima dapat dirahasiakan.
Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia selalu menekankan bahwa alat transaksi dan pembayaran yang diakui oleh negara adalah rupiah . Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang Bab I Pasal 1 yang berbunyi bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Uang adalah alat pembayaran yang sah. Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian mata uang digital (crypto currency) tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan jual beli di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Siaran Pers Bank Indonesia No. 16/6/Dkom 2014 tentang Bitcoin dan Virtual Currency. Namun mata uang digital masih bisa digunakan sebagai aset di bursa berjangka, yang diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Oleh karenanya seluruh masyarakat dihimbau agar senantiasa berhati-hati dalam penggunaan Bitcoin maupun crypto currency lainnya. Selain itu menurut Pasal 34 huruf a Peraturan BI 18/2016, Bank Indonesia melarang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency (termasuk bitcoin). Bitcoin dan crypto currency lainnya bukan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. (R/Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Uang Digital)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar