Poto/ist
Jakarta, jalosi.net - Tidak ada orang tua yang menghendaki anaknya memiliki karakter dan perilaku jelek dari anaknya. Pastinya semua orang tua menghendaki yang baik – baik buat anaknya. Tapi apa mau dikata yang diharapkan yang baik – baik, tetapi realitasnya tidak sedikit juga anak yang kurang baik. Masalah bukan soal mau atau tidak mau, ingin atau tidak ingin. Anak sesungguhnya akan memiliki perilaku yang sangat tergantung pada pola asuh orang tuanya saat anak masih kecil.
Pemerhati Pola Pengasuhan Anak Dede Farhan Aulawi, berpendapat bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi perkembangan psikologi dan perilaku anak, artinya ada hubungan antara pola asuh dengan karakter dan perilaku anak di kemudian hari. Jadi bagaimana karakter anak hari ini, sesungguhnya adalah hasil pola asuh para orang tua di tahun – tahun sebelumnya. Terkait pola asuh ini jika merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh psikolog Diana Baumrind, dan dilanjutkan oleh 2 orang psikolog bernama Eleanor Maccoby dan John, maka hasilnya dikenal ada 4 model pola asuh.- yang akan mempengaruhi perilaku anak di kemudian hari. Dengan demikian, para orang tua sesungguhnya diharapkan bisa tahu dan mengerti dalam memilih pola asuh sehingga membuahkan hasil berupa perilaku anak sesuai dengan yang diharapkan tentunya. Demikian kalimat pembuka dari Dede saat ditemui di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Selanjutnya Dede juga menjelaskan terkait dengan keempat pola asuh tersebut. Pertama adalah pola asuh orang tua yang “OTORITER”. Pola ini biasanya mengharapkan agar anak selalu mengikuti apapun yang dikatakan oleh orang tuanya. Termasuk berbagai aturan ketat yang ditetapkan orang tua wajib dipatuhi, ditaati dan dilaksanakan. Jika ada pelanggaran yang dilakukan maka akan berujung pada hukuman. Jadi pilihannya adalah “Ikuti” atau “dihukum”. Anak tidak diberi ruang kebebasan untuk melakukan olah fikir, kecuali taaati dan patuhi saja orang tua daripada mendapat hukuman. Pola asuh seperti ini biasanya akan menghasilkan anak yang berperilaku patuh dan cakap. Namun memiliki kecenderungan bahwa si anak merasa tidak bahagia, tidak memiliki kemampuan sosial, dan memiliki harga diri yang rendah.
Kedua adalah pola asuh orang tua yang “DEMOKRATIS”. Dalam pola asuh ini biasanya orang tua bersikap lebih demokratis dalam menerapkan aturan – aturan yang harus dipedomani oleh anaknya. Orang tua berusaha tetap responsif terhadap anak dan mau mendengarkan setiap pertanyaan si anak. Jika si anak melakukan pelanggaran terhadap aturan yang harus dipedomani tadi, ada kecenderungan orang tua akan memaafkan dan tetap memberikan dukungan agar anak melakukan perbaikan dan tidak melakukan pelanggaran lagi. Pola asuh orang tua semacam ini bisanya mengharapakna bahwa di kemudian hari si anak memiliki perilaku dan karakter yang tegas, memiliki tanggung jawab sosial, dan mandiri. Akhirnya psikologi anak cenderung merasa lebih bahagia dan gigih untuk mencapai sukses di masa depan.
Ketiga adalah pola asuh orang tua “PERMISIF”. Pola asuh seperti ini memiliki kecenderungan gemar memanjakan anak dan memiliki sedikit tuntutan atau harapan untuk si anak. Orang tua jenis ini lebih responsif pada anak dibandingkan dua pola asuh sebelumnya, dan bersifat lebih modern, toleran serta menghindari konflik/ konfrontasi. Namun pola asuh seperti ini sering menghasilkan pribadi yang kurang mandiri. Si anak cenderung mengalami masalah yang berkaitan dengan kekuasaan dan kinerja di lingkungan sosialnya kurang baik.
Terakhir atau keempat adalah pola asuh orang tua “LALAI”. Pola asuh ini ditemukan dari hasil penelitian psikolog Eleanor Maccoby dan John Martin, dimana mereka menilai bahwa pola asuh ini umumnya ditandai dengan kelalaian orang tua. Pola asuh yang keempat ini, orang tua sama sekali tidak terlibat dengan apa pun yang terkait dengan anak. Orang tua tidak menuntut, tak responsif, dan minim komunikasi. Meski kebutuhan dasar anak terpenuhi, namun umumnya mereka terlepas jauh dari kehidupan si anak. Mereka hanya memastikan bahwa anak mendapatkan asupan makanan yang bergizi, pulang ke rumah dengan aman, tidur dengan nyenyak dan hal-hal mendasar lainnya. Sementara hal-hal yang bersifat dukungan emosional bisa dianggap tidak ada. Dengan pola asuh seperti ini, anak cenderung tak memiliki kontrol diri di kemudian hari. Pola asuh ini juga mencetak pribadi dengan harga diri dan kompetensi yang rendah.
“Jadi mana pola asuh yang selama ini kita terapkan buat anak ? itulah hasilnya bisa tercermin dari karakter dan perilaku anak saat ini. Memang tidak ada satu pola asuh yang mutlak terbaik, namun kita bisa mengkombinasikannya menjadi simfoni pendidikan dalam keluarga yang indah. Ada harmoni nada dalam pola pengasuhan, sehingga karakter dan perilaku anak terasa enak di dengar dan begitu indah untuk dilihat, "Demikian kalimat penutup yang Dede sampaikan. (R/ist/er/dfa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar