Jakarta, jalosi.net - Tak bisa dipungkiri dunia saat ini agak mencekam dengan merebaknya penyebaran virus corona yang relatif masif dan tersebar dengan cepat ke banyak negara. Lihat saja beberapa bandara di dunia, relatif mengalami penurunan jumlah penumpang bahkan nyaris sepi. Dunia penerbangan pun cukup terpukul karena minimnya jumlah penumpang. Virus corono mulanya berkembang di Wuhan China lalu menyebar ke beberapa negara termasuk ke Eropa. Indonesia pada awalnya termasuk negara yang bebas dari corona, namun seiring dengan perkembangan waktu akhirnya tersiar juga beberapa orang yang dinyatakan sudah positif terjangkit virus corona.
Persoalannya kemudian berkembang data pribadi pasien yang terindikasi atau yang sudah dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Terkait hal ini, media mewawancarai Pemerhati sosial Kemasyarakatan Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Kamis (12/3/2020). Dalam konteks ini Dede mengingatkan pada publik agar berhati – hati untuk tidak mempublikasi data pribadi pasien, karena banyak aturan perundang-undangan terkait data pribadi pasien seperti nama dan alamat tempat tinggal merupakan identitas yang harus dijaga kerahasiaannya. Termasuk ada sanksi tegas bagi penyebar data pribadi pasien.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa informasi pasien, termasuk orang – orang yang dinyatakan positif terjangkit virus Corona merupakan data pasien yang tidak bisa diungkap ke publik. Baik identitasnya, daftar anggota keluarganya, profesi ataupun tempat kerjanya, karena hal tersebut merupakan rahasia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam pasal 17 huruf h dan i, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.
"Pengungkapan identitas seorang pasien secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi, kecuali atas izin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik. Oleh karena itu, baik petugas atau publik diharapkan bisa menahan diri dan menghormati hak pasien untuk tidak membagikan, menyebarkan informasi pribadinya di media sosial atau media lainnya, "ungkap Dede.
Di samping itu, dede juga mengingatkan tentang perlindungan atas identitas pribadi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 g UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Begitupun kepada teman – teman media, Dede berharap agar bisa bijaksana dalam penyajian beritanya, karena kekeliruan dalam pemberitaan tentu bisa menjadi masalah sertaberpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait perlindungan hak pribadi.
Apabila mempelajari lebih dalam untuk mengetahui hal – hal yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi pasien, sebenarnya ada juga dalam beberapa UU yang lainnya, seperti UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Jadi apabila ada pasien atau seseorang yang merasa hak pribadinya dilanggar, maka ia dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Termasuk dapat melaporkannya kepada polisi atau penyidik lainnya, karena dalam setiap undang-undang yang disampaikan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien.
“Dengan demikian, mari kita mawas diri dengan mengembangkan rasa empati kepada para pasien sekaligus taat hukum terhadap perundangan yang berlaku. Bagaimana kalau mereka adalah bagian dari keluarga kita ? Oleh karena itu, mari untuk tidak menyebarkan data pribadi pasien kepada siapapun juga, "tutup Dede. (R/jalosi/er/dfa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar