Metro, jalosi.net - Dugaan praktek pungutan liar didunia Pendidikan menghiasi Kota Pendidikan yakni Kota Metro Lampung. Yang mana Sekolah Dasar Negeri 6 Metro Utara diduga melaksanakan praktek pungutan liar (pungli) terhadap muridnya terkait sampul raport, bahkan seragam sekolah. Kamis (09/05/2019).
Charles (nama samaran orang tua wali murid) sebab nggan disebut namanya mengatakan, jika dirinya sangat kaget manakala anak nya mengadu saat pulang sekolah untuk segera membayar sampul raport.
"Saya sudah membeli sampul, bahkan setiap hari Jumat selalu mambayar infaq di sekolah. Terus saya harus beli sampul raport apa lagi, "Kata Charles keheranan.
Tidak hanya Charles, namun Ibu Dona (nama samaran) saat dikonfirmasi jalosi.net (Kamis/09/05/2019) mengatakan jika dirinya sangat heran dengan sekolahan anaknya, tak pernah berhenti selalu saja ada uang yang harus dikeluarkan untuk biaya sekolah anaknya.
"Ya, selain Sampul Raport, saya sebagai orang tua sudah membayar pakaian tahun lalu namun hingga setahun kemudian tak kunjung mendapatkan pakaian yang telah kami bayar disekolah, "Ungkap Dona (nama samaran orang tua wali murid SD 6 Metro Utara).
Bahkan Dona juga mengungkapkan jika ananknya harus menggunakan pakain sekolah TK untuk sekolah ke SD, sebab pakain yang dibeli disekolah tak kunjung diberikan.
"Bu, jangan lupa sampe tanggal 10," ujar Dona, menirukan ucapan guru saat ditegur karena belum melunasi seragam kaos dan batik anaknya.
"Ya mendengar seperti itu, ya saya lunasi, 250 ribu mas, itu seragam kaos dan batik, dan sampe sekarang kaosnya belum dikasih, sampe sekarang kaosnya tak pakein kaos olahraga TK," cetusnya.
Keluhan senada diungkapkan oleh Ana (nama samaran), Orangtua murid SDN 6 Metro Utara, menyatakan kalau anaknya dikabarkan untuk membeli sampul raport di Sekolah.
"Mak, disuruh beli raport, harganya 70," kata Ana menirukan suara anaknya ketika pulang sekolah.
"Ya saya kompakkan sama orangtua yang lain, karena memang anak juga masih kelas satu," jawabnya.
Dan ketika jalosi.net memastikan apakah terjadi juga apa yang dialami oleh Dona, ternyata Ana juga mengalami keluhan yang sama terkait seragam sekolah.
"cuma rompinya aja yang sudah, yang belum celana panjang sudah satu tahun, udah bayar rongatus seket (250 ribu, - red) plus infaq selawe ewu (25 ribu, - red)," keluhnya.
Lalu, ketika Ana mendatangi Sekolah anaknya tersebut untuk mengetahui pasti nasib seragam sekolah yang berbayar itu pun berbuah nihil.
"Bu, mana kepala sekolahnya,? Belum dateng, Lah kok jam segini belum dateng? Lah saya mau nanyain itu, pakaian sekolah itu gimana lanjutannya, apa mau suruh beli sendiri-sendiri, ya enggak pada mau lah orang duitnya udah kok, aku ngomong ngunu," kesal Ana, menirukan percakapannya dengan salah satu guru saat sampai di Sekokah.
Ana juga terkesan heran terhadap Sekolah anaknya, dan merasa tidak pernah mengetahui tentang bantuan seragam sekolah yang berasal dari program Pemerintah.
"itu sama sekali enggak dapet, belum pernah, tau selama anak saya masuk sekolah ini belom pernah, sepatu ya belom, baju ya belom," ujarnya.
"Kok boro-boro mau dapet bantuan, orang batik aja sampe setahun belum keluar, kalo seragam merah putih ya beli sendiri di toko," keluh Ana.
Kepala SD Negeri 6 Metro Utara, Kodar Aminudin, S.Pd , menyatakan bahwa pihaknya mengakui adanya sampul raport yang dijual kepada muridnya.
"Apa namanya map, map ya, karena kan K13 itu gini lho mas, itu kan bentuknya lembaran-lembaran sehingga tidak berceceran, maka berinisiatif lah kami dalam hal itu untuk membeli sampul raport, jadi ya monggo saja kalo mau beli, beli, kalo enggak ya silahkan saja, jadi kalo ada keluhan, ngomong aja, kita enggak maksain," ujarnya.
Kodar juga menerangkan kisaran harga sampul raport yang dijual kepada muridnya, dan beralasan bahwa tidak membebankan murid karena tidak mewajibkan.
"Harganya itu sama dengan pasar, itu harganya kalo di pasar sekitar 70-an ribu kalo enggak salah, kalo enggak kita beli di pasar sama aja, monggo bapak ibu beli dipasar boleh-boleh aja," katanya.
"Ya gini mas, kalo masalah membebani dan tidaknya itu saya rasa enggak perlu di ini mas ya, karena kita tidak mewajibkan, enggak ada penekanan," cetus Kodar Aminudin. (R/jalosi/er/cr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar