Pembukaan acara Muktamar IDI ke-30 dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2018, sehari sesudah peringatan Hari Dokter Nasional ke-68. Dalam sambutannya, Ketua Umum PB IDI - Prof dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) mengatakan, "Perbaikan kualitas SDM Indonesia khususnya kualitas dokter menjadi salah satu perhatian utama IDI dan terus diupayakan oleh IDI melalui advokasi pendidikan kedokteran dan program Continuing Professional Development (CPD). Kualitas pendidikan di lebih 80 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia menjadi perhatian serius bagi IDI. Output dari pendidikan kedokteran harusnya dapat mengangkat ketertinggalan Indonesia dalam persaingan dengan negara lain. Pendidikan kedokteran masih menjadi pendidikan yang sulit dijangkau oleh masyarakat tidak mampu oleh sebab tingginya biaya pendidikan di fakultas kedokteran. Penguasaan teknologi Kesehatan belum memperlihatkan kemampuan daya saing kita dengan negara lain. Gap teknologi Kesehatan sangat terlihat jika Indonesia disandingkan dengan negara lain, bahkan untuk di tingkat ASEAN, Indonesia masih berada jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. IDI mendorong agar pemanfaatan teknologi, serta pengembangan teknologi kedokteran harus mulai diperkenalkan sejak pendidikan Basic Medical Education (BME). Tantangan revolusi industri 4.0 yang berdampak luas terutama pada sektor Kesehatan harus dihadapi dengan meningkatkan kemampuan SDM kesehatan kita dalam teknologi dan informasi."
Senada dengan Ketua Umum PB IDI, di acara muktamar ini, Kepala Negara sekaligus meresmikan pembukaannya dan mengajak para dokter dan insan kesehatan untuk dapat mengikuti perubahan global demi pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa p
eringatan Hari Dokter Nasional tak terlepas dengan perjuangan para dokter Tanah Air di bidangnya selama masa penjajahan.
"Sejarah membuktikan bahwa banyak pejuang kemerdekaan yang berlatar belakang dokter. Coba kita ingat Dr. Soetomo tokoh pendiri Budi Utomo, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo tokoh tiga serangkai pendiri Indische Party, dr. Wahidin Soedirohoesodo yang memperjuangkan pemuda-pemuda pribumi untuk menempuh pendidikan, serta dokter-dokter lainnya."
Selain itu, Presiden juga mengharapkan dengan perkembangan teknologi serta informasi yang semakin pesat menuntut perubahan dan menimbulkan disrupsi dalam banyak hal, Rumah Sakit juga dapat mengikuti perubahan global yakni Revolusi Industri keempat yang memunculkan tantangan bagi bagi banyak industri, tak terkecuali ranah kedokteran termasuk industri kesehatan dan manajemen rumah sakit.
Acara Muktamar IDI Ke-30 ini juga dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo. Turut mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo dalam acara tersebut, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Kalimantan Timur - Ir. Isran Noor, dan seluruh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Rangkaian kegiatan Muktamar IDI ke-30 dimulai sejak tanggal 23 Oktober 2018 dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sidang ilmiah. Muktamar IDI ke-30 kali ini dihadiri oleh 1.576 peserta yang terdiri dari 885 utusan IDI Cabang, 256 peninjau IDI Cabang, 180 peninjau IDI Wilayah, 126 peninjau perhimpunan, 48 peninjau kolegium, dan 81 peninjau dari pengurus PB IDI. Menyongsong Kedokteran 4.0 yang sejalan dengan Revolusi Industri keempat, dalam Muktamar IDI kali ini, pendaftaran peserta telah menggunakan teknologi informasi untuk mendorong pelaksanaan Muktamar yang lebih profesional, transparan, dan bermartabat. Saat ini jumlah IDI Cabang seluruh Indonesia sebanyak 441 IDI Cabang, 32 IDI Wilayah, 89 Perhimpunan, dan 37 Kolegium. Total seluruh anggota IDI saat sebanyak 157.003 yang terdiri dari 127.707 dokter 29.296 dokter spesialis.
Keberadaan IDI sebagai organisasi profesi yang berbadan hukum perkumpulan diakui berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang kemudian diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 10/PUU-XV/2017. Keberadaan ini sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter telah sesuai dengan rekomendasi World Medical Association (WMA) yang menyarankan agar setiap negara memiliki satu National Medical Association (NMA). IDI sebagai satu-satunya NMA di Indonesia harus bersifat independen, sebagaimana bunyi Anggaran Dasar IDI dan resolusi WMA Counsil ke-189 pada tahun 2011 di Uruguay. (R/jalosi/ist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar