Lampung: Penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu bisa dilakukan pada tingkat lokal lewat upaya non-yudisial. Inisiatif itu bisa dilakukan di Lampung dalam menyelesaikan kasus HAM di Talangsari, Lampung Timur, yang terjadi pada 7 Februari 1989.
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ferry Kusuma mengatakan seiring dengan bertambahnya usia korban pelanggaran HAM, mereka membutuhkan adanya keadilan dan penyelesaian kasus. Upaya penyelesaian kasus di luar hukum bisa dilakukan di tingkat lokal.
"Penyelesaian secara hukum masuk ranah nasional. Pemeritah di daerah bisa membuat inisiatif untuk menyelesaikan pada tingkat lokal. Misalnya memberikan rasa keadilan untuk korban sehingga mendapatkan hak sebagai warga," kata Ferry dalam diskusi publik bertema "Refleksi 29 Tahun Pelanggaran HAM Talangsari, Pemenuhan Hak Ekosob untuk Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Talangsari, Kamis (8/2).
Selain Ferry, diskusi yang berlangsung di Kantor LBH Bandar Lampung ini, menghadirkan pembicara Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Wahyu Sasongko, Direktur LBH Bandar Lampung Alian Setiadi, mantan Direktur LBH Bandar Lampung Abi Hasan Muan, korban Talangsari Edi Arsadat, dan Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan.
Ferry mencontohkan di Aceh telah ditunjuk komisioner kebenaran dan rekonsiliasi sehingga ada penyeleasian kasus pelanggaran HAM. Penyelesaian dalam bentuk pemulihan nama baik korban atau pemberian kompensasi.
Edi Arsadat mengaku sudah mulai ada perhatian dari Pemkab Lampung Timur kepada keluarga dan korban pelanggaran HAM. Misalnya diadakan peringatan tragedi Talangsari dengan melibatkan semua satuan kerja perangkat daerah. Warga juga sudah mendapat pelayanan kesehatan dan pendidikan serta bantuan yang lain.
Ia berharap korban pelanggaran HAM tidak jadi komoditas politik menjelang pemilu legislatif dan presiden. Hingga saat ini pemerintah belum mau menuntaskan kasus Talangsari dan membentuk Pengadilan HAM adhoc untuk menghukum pelaku.
Wahyu Sasongko menambahkan negera tidak pernah mengakui kekeliruan yang dilakukan pada masa lalu. Padahal negera telah melakukan kesalahan dan tidak kunjung memperhatikan nasib keluarga dan korban kejahatan HAM. (Davit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar